Almadinda Violita
Sarajivo
05/X7
Hasil wawancara dalam
bentuk dialog
Tema :
Perpustakaan kota sudah mulai berkembang
di Kota Surabaya
Narasumber : Dra. Aditya Perda
(Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Surabaya
Waktu : 12.00 WIB
Tempat : Kantor
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Daftar
Pertanyaan :
Saya : “Selamat
siang”
Narasumber : “Selamat siang juga.
Ada yang bisa saya bantu?”
Saya : “Saya
ingin mewawancarai anda. Apakah anda bersedia?”
Narasumber : “Saya bersedia”
Saya : “Perkenalkan
nama saya Almadinda Violita Sarajivo. Saya siswi dari SMAN 16 Surabaya. Saya
ingin mewawancari anda tentang Perpustakaan
kota sudah mulai berkembang di Kota Surabaya. Saya mulai pertanyaan
pertama. Bagaimana keadaan perpustakaan kota di Surabaya?”
Narasumber : “Lebih maju. Kualitas dan
kuantitasnya sudah mulai diperbaiki. Koleksi-koleksi bukunya pun saat ini sudah
mengikuti perkembangan jaman.”
Saya : “Sebenarnya
seberapa penting perbaikan kualitas dan kuantitasnya?”
Narasumber : “Bagi perpustakaan yang
benar-benar berorientasi pada pendidikan sangat penting. Ini untuk mendorong
minat baca masyarakat.”
Saya : “Apa
mayoritas buku yang menarik minat baca masyarakat?”
Narasumber : “Yang saya ketahui
masyarakat, terutama generasi muda lebih berminat pada komik.”
Saya : “Mengapa
komik menjadi penarik minat pertama bagi para pembaca?”
Narasumber : “Karena berhubungan
dengan orientasi pendidikan sekarang yang dirasa membosankan. Jadi pendidikan
saat ini seharusnya tidak sekedar mencari pengetahuan semata, namun juga
meningkatkan minat baca>”
Saya : “Sejak
kapan komik menjadi peminat/penarik utama baca masyarakat?”
Narasumber : “Sejak tahun 1990an
mungkin sudah menarik minat masyarakat, namun tidak sebanyak masyarakat
sekarang.”
Saya : “Siapakah
yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengubah minat baca dari komik ke bukku
pengetahuan?”
Narasumber : “Pihak keluargalah yang
utama dan selanjutnya adlah pihak guru di sekolah.”
Saya : “Di
lingkungan manakah anak pertama kali terpengaruh untuk lebih menyenangi komik
daripada buku pengetahuan?”
Narasumber : “Di lingkungan
keluarga. Anak lebih sering di suguhi buku bergambar seri tanpa ada unsure pendidikan.
Jadi anak terbiasa untuk membaca buku-buku bergambar hingga dia memasuki SD,
SMP, SMA, bahkan ketikan sang anak sudaj dewasa.”
Saya : “saya
rasa hanya itu yang saya ingin tanyakan. Terima kasih atas waktu luangnya. Saya
pamit dahulu. Selamat siang.”
Narasumber : “Selamat siang juga.”
Hasil wawancara dalam
bentuk narasi :
Perpustakaan
Kota adalah suatu institusi unit kerja yang menyimpan koleksi bahan pustaka
secara sistematik dan mengelolanya dengan cara khusus sebagai sumber informasi
dan dapat digunakan oleh pemakainya yang terletak di pusat kota. Perpustakaan
kota juga memiliki fungsi umum yang sama dengan perpustakaan biasa, yaitu fungsi
penyimpanan. Fungsi informasi. Fungsi pendidikan. Fungsi rekreasi (novel,
cerita rakyat, puisi, komik, karya sastra lainnya). Fungsi kultural (pameran,
pertunjukkan, bedah buku, mendongeng, dll). Susuai dengan fungsinya,
perpustakaan kota yang ada di Surabaya ini, ingin memperbaiki kualitas dan
kuantitas perpustakaan itu sendiri. Tentunya hal yang tak kalah pentingnya
adalah memperbanyak buku reverensi maupun pengetahuan sesuai dengan
perkembangan zaman sekarang. Perbaikan kualitas dan kuantitas ini sangat
penting sekali bagi perpustakaan yang benar-benar berorientasi pada pendidikan karena
dinilai dapat mendorong minat baca masyarakat.
Sayangnya,
pada abad ini masyarakat khususnya generasi muda lebih mengandrungi komik
daripada buku pengetahuan atau reverensi sehingga komik menjadi jawara penarik
minat utama membaca di perpustakaan kota. Hal ini di latar belakangi oleh
orientasi pendidikan sekarang yang dirasa membosankan, sehingga mengurangi minat
baca. Sebenarnya hal ini sudah terjadi sejak tahun 90an, namun frekuansinya
tidak seover sekarang.
Asal
mula kegandrungan membaca komik berawal dari system didik keluarga yang kurang
tepat dan efisien. Seperti memberikan buku bergambar tokoh pahlawan atau
kartoon tanpa ada tambahan pendidikan didalamnya.
Untuk
mengatasi hal tersebut, orang tua wajib memberikan unsur pendidikan kedalam
buku bergambar milik putra-putrinya. Selain itu penulis buku dan institute pendidikan
juga ambil alih dalam mengatasi masalah ini. Penulis buku wajib meningkatkan
kreativitasnya, sehingga pembaca tidak mudah bosan untuk membacanya. Sedangkan institute
pendidikan berkewajiban untuk mengganti orientasi belajar yang pasif dan
membosankan menjadi orientasi belajar aktif dan menyenangkan. Sehingga dapat
menciptakan suasana KBM (kegiatan belajar mengajar) yang kondusif.