Arsip Blog

Senin, 11 Maret 2013

3rd KTI. Analisis Unsus Intrinsik Novel Merantau ke Deli Karya Hamka


BAB III
UNSUR INTRINSIK
NOVEL MERANTAU KE DELI
KARYA PROF. DR. HAMKA

Novel Merantau ke Deli dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji. Kelebihan novel Merantau ke Deli terletak pada ceritanya yakni tentang kesengsaraan Poniem sebagai tokoh utama yang menjadi pelacur di Tanah Deli. Poniem harus menjadi pelacur karena masa lalunya yang kelam dengan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Kemudian Poniem bertemu dengan Leman yang akhirnya dapat membawanya keluar dari kegelapan hidup.
Poniem sebagai tokoh utama dalam novel Merantau ke Deli mempunyai watak berkembang. Pada tahap perkenalan tokoh Poniem adalah seorang pelacur, sedangkan ditahap permunculan masalah Poniem menjadi wanita dan istri yang sholehah. Ini menjadi salah satu daya tarik dari novel Merantau ke Deli.
Dalam novel  Merantau ke Deli Hamka mencoba menyampaikan pesan nasionalisme Indonesia melalui hubungan perkawinan antaretnis. Ini dapat dilihat dalam hubungan perkawinan antar entnis yang cukup mencolok antara tokoh Poniem (Jawa) dan Leman (Minangkabau) dalam Merantau ke Deli (1941). Hubungan ketua tokoh dari etnis yang berbeda ini sangat menentukan alur cerita novel ini. Latar tempat novel ini adalah daerah Deli dan Medan pada zaman sebelum perang. Leman adalah salah seorang perantau Minang yang mengadu nasib di daerah Deli yang sedang berkembang karena dibukanya onderneming-onderneming tembakau oleh Belanda. Dan Poniem adalah buruh dari Jawa yang datang ke Deli karena hal yang sama: berkembangnya ekonomi Deli akibat pembukaan onderneming-onderneming  perkebunan besar di daerah itu. Dalam novel Merantau ke Deli Hamka jelas sekali mengeritik eksklusifisme perkawinan Minangkabau dalam Merantau ke Deli.
            Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Merantau ke Deli.
3.1. Sinopsis Novel Merantau ke Deli.
            Poniem yang diselamatkan dari lembah kehinaan oleh seorang lelaki bujang, Leman. Dia kemudian diperisteri dan hidup dalam sebuah rumahtangga yang bahagia. Poniem sangat setia terhadap suaminya dan berusaha sekuat tenaga untuk membantu semua urusan rumahtangga dan pekerjaan suaminya. Akan tetapi lama-kelamaan kedamaian rumah tangga mereka semakin hari semakin hilang setelah Leman larut dalam kegiatan perdagangannya. Sebagai lelaki yang berasal dari keluarga Minang, dia ditekan oleh keluarga supaya mengawini seorang gadis yang sederajat untuk meneruskan adat dan budaya.
            Lama-kelamaan Leman termakan bujukan tersebut dan menerima untuk menikah kembali. Leman berjanji kepada Poniem tidak akan mengabaikannya dan selalu menjaga perasaannya sebagai isteri pertama. Namun janji tinggal janji. Isteri mudanya jauh lebih pandai berdandan, merayu dan merebut perhatian Leman suapaya lebih mencintainya. Pertengkaranpun mulai terjadi. Perdagangan Leman yang selama ini dibantu Poniem pun hendak dikuasai oleh isteri muda. Leman yang serba salah pada mulanya lama kelamaan mulai memihak kepada isteri mudanya.
            Pertengkaran hebat yang terjadi memaksa Leman menceraikan Poniem. Sejak hari itu Poniem meninggalkan rumahnya dan merantau ke deli. Kegiatan perdagangan Leman mulai mengalami rugi, ditambah lagi dengan sikap tamak isteri yang baru. Barulah Leman menyedari, selama ini dia banyak terbantu oleh ketekunan Poniem dalam berdagang. Tapi semua sudah terlanjur terjadi.

            Poniem akhirnya menemukan jodoh barunya yang lebih memahami dan menghargainya, Suyono—salah satu pekerja di kedai Leman. Mereka memulai berdagang kembali dengan sedikit modal yang ada pada mereka. Usaha dagang mereka maju hingga mereka sanggup membeli rumah dan tanah.
            Sementara itu Leman dan isteri mudanya semakin hari semakin jatuh miskin. Pertemuan kembali Leman dan Poniem terjadi ketika Poniem dan Suyono telah membeli rumah di Deli. Leman meminta maaf kepada Poniem atas kesalahannya dulu. Dengan lapang hati Poniem memaafkan kesalahan mantan suaminya itu.
3.2. Tema Novel Merantau ke Deli
            Tema dalam novel Merantau ke Deli adalah tentang kesengsaraan Poniem sebagai istri pertama yang dimadu oleh suaminya. Hal ini banyak terlihat ketika Mariatun dengan semena-mena berkuasa di rumah Leman dan Poniem. Poniem juga kerap mendapat caci maki dan hinaan dari Mariatun. Tragisnya Leman sama sekali tidak bisa berlaku adil terhadap Poniem dan Mariatun seperti janji awalnya kepada Poniem. Leman lebih mengutamakan Mariatun. Hal ini membuat Poniem sakit hati.
3.3. Penokohan dan Perwatakan Novel Merantau ke Deli
            Tokoh dibagi menjadi tiga, yaitu 1.) Protagonis, 2.) Antagonis, dan 3.) Tritagonis.
3.3.1. Tokoh Protagonis dalam Merantau ke Deli
Dalam novel Merantau ke Deli tokoh yang berperan sebagai tokoh protagonis adalah Poniem. Novel ini menceritakan bagaimana tokoh Poniem bersabar melawan suaminya—Leman yang semakin semena-mena dengan perasaannya. Padahal Poniem lah yang membantu Leman ketika perdagangannya tidak menghasilkan laba yang cukup untuk hidup berumah tangga.
Poniem adalah tokoh utama dalam Merantau ke Deli. Poniem adalah seorang kuli yang terpaksa menjadi seorang pelacur. Leman—pedagang kain, berusaha mengeluarkan Poniem dari lembah kenistaan. Akhirnya mereka berdua menikah.
Penulis juga selalu menceritakan tokoh Poniem yang mengindikasikan adanya keberadaan tokoh Poniem selain sebagai tokoh protagonis, juga sebagai tokoh utama. Beberapa contoh yang menjelaskannya, yaitu “Benar Abang, saya bergaul dengan dia diluar nikah, tetapi hidup saya aman sentausa dengan dia” (Hamka, 1941). Poniem lebih suka menjadi istri simpanan Kang Mandur dari pada dia harus mejadi nyai-nyainya tuan-tuan Besar. Atau menjadi “istri” yang pada akhirnya jika harta Poniem habis, ditinggalkannya Poniem.
            “Tentu saya tidak akan dapat hidup beruntung lagi, saya terpaksa.... ah, saya terpaksa menjadi perempuan lacur..... ...” (Hamka, 1941). Poniem mengatakan kepada Leman bahwa dia terpaksa menjadi pelacur karena terlanjur terjerumus. Poniem masih ragu dengan niat Leman untuk menikahinya. Poniem takut dia ditipu lagi seperti masa lalunya.
            “Karena kalau kesusahan abang itu bertambah berat juga, setelah diakhir baru abang beri tahu, tentu sesal kita tidak akan berkeputusan, padahal agaknya masih dapat kita cari jalan yang lebih baik........” (Hamka, 1941). Poniem mendesak Leman untuk mengatakan semua permasalahannya. Akhirnya Leman bercerita bahwa dia sedang kesusahan uang karena dagangannya tidak laku-laku.
            “Mari kita hidup......berdua.....tumpahkan kepercayaanmu ke padaku, kepercayaan yang tiada berkulit dan berisi, kepercayaan yang tulus, sebagai kepercayaanku pula terhadap abang” (Hamka, 1941). Poniem memberikan semua perhiasaannya kepada Leman sebagai modal untuk bedagang. Poniem benar-benar berniat untuk membantu kesulitan suaminya itu.
Kutipan pertama mengindikasikan adanya tokoh Poniem dalam novel Merantau ke Deli. Sedangkan kutipan kedua, ketiga, dan keempat menjadi pengantar penulis untuk menceritakan tokoh Poniem lebih lanjut.
3.3.1.1. Watak Poniem dalam Novel Merantau ke Deli
Poniem bertindak sebagai tokoh utama dalam novel ini. Poniem diposisikan sebagai tokoh utama karena Poniem lah yang selalu diceritakan dalam novel ini. Poniem digambarkan memiliki banyak karakter oleh penulis karena posisinya sebagai tokoh sentral.
Dalam novel ini, tokoh Alif digambarkan mempunyai watak berkembang. Pada tahap penyituasian tokoh Poniem berwatak murahan dan keras kepala. Sedangkan pada tahap selanjutnya sampai tahap anti klimaks Poniem berwatak setia, jujur, dan sabar.
3.3.1.1.1. Penurut
            “Apa yang akan abang bicarakan, katakanlah sekarng, hari sudah larut malam, kalau saya telat kembali kerumah marah Kang Mandur kepadaku” (Hamka, 1941). Leman sedang berbicara kepada Poniem—kuli kontrak perempuan. Leman ingin berbicara penting dengan Poniem pada tanggal 18 sore di kedai.
3.3.1.1.2. Murahan
            “Benar Abang, saya bergaul dengan dia diluar nikah, tetapi hidup saya aman sentausa dengan dia” (Hamka, 1941). Poniem lebih suka menjadi istri simpanan Kang Mandur dari pada dia harus mejadi nyai-nyainya tuan-tuan Besar. Atau menjadi “istri” yang pada akhirnya jika harta Poniem habis, ditinggalkannya Poniem.
            “Tentu saya tidak akan dapat hidup beruntung lagi, saya terpaksa.... ah, saya terpaksa menjadi perempuan lacur..... ...” (Hamka, 1941). Poniem mengatakan kepada Leman bahwa dia terpaksa menjadi pelacur karena terlanjur terjerumus. Poniem masih ragu dengan niat Leman untuk menikahinya. Poniem takut dia ditipu lagi seperti masa lalunya.
3.3.1.1.3. Keras Kepala
            “Patut saya katakan begitu, karena Abang berbicara main-main” (Hamka, 1941). Leman mencoba untuk membujuk Poniem agar Poniem mau menikah dengan Leman. Namun Poniem masih belum yakin dengan niat baik Leman.
            “Bagaimana Abang begitu lekas mempercayai saya, dan terburu-buru mengajak saya kawin, padahal belum Abang kenal betul peragai dan kelakuan saya” (Hamka, 1941). Poniem masih belum percaya jika Leman ingin menikahinya. Poniem tetap bersikukuh bahwa semua laki-laki selalu membawa sengsara bagi kuli perempuan seperti dirinya.
Bijaksana
            “Karena kalau kesusahan abang itu bertambah berat juga, setelah diakhir baru abang beri tahu, tentu sesal kita tidak akan berkeputusan, padahal agaknya masih dapat kita cari jalan yang lebih baik........” (Hamka, 1941). Poniem mendesak Leman untuk mengatakan semua permasalahannya. Akhirnya Leman bercerita bahwa dia sedang kesusahan uang karena dagangannya tidak laku-laku.
            “Mari kita hidup......berdua.....tumpahkan kepercayaanmu ke padaku, kepercayaan yang tiada berkulit dan berisi, kepercayaan yang tulus, sebagai kepercayaanku pula terhadap abang” (Hamka, 1941). Poniem memberikan semua perhiasaannya kepada Leman sebagai modal untuk bedagang. Poniem benar-benar berniat untuk membantu kesulitan suaminya itu.
            “Beratnya ongkos tidak perlu kita ingat. Di dalam menghubungkan kasih sayang, menemui famili dan kaum kerabat tidaklah boleh kita menhitung ongkos” (Hamka, 1941:45). Poniem benar-benar ingin ikut Leman ke kampung halaman Leman. Poniem ingin melihat sanak saudara dari Leman. Namun Leman tidak setuju dengan alasan ongkos berdua untuk pulang ke kampung halaman mahal.
3.3.1.1.4. Baik Hati
            “Bukan main baik hatinya perempuan Jawa itu, pamili kita yang datang berlindung kepadanya jarang sekali yang terlantar atau pulang dengan tangan hampa” (Hamka, 1941). Poniem sedah termashur namanya di kampung. Dia selalu membantu sanak saudaranya. Poniem juga tak segan untuk memberikan modal berdagang kepada sanak saudaranya. Semua orang mengenalnya sebagai perempuan Jawa yang baik hati.
            “Entah apa yang jadi sebabnya, entah karena melihat bayangan ketulusan yang terlukis di muka kuli itu atau entah karena melihat badannya yang lemah karena kurang makan jatuh sajalah rasa rahim dan kasian di hati keduanya” (Hamka, 1941). Suat hari datanglah seorang bekas kuli yang kelaparan ke kedai Leman dan Poniem. Kuli itu ingin melamar pekerjaan di kedai Leman. Sudah banyak kedai yang menolaknya, padahal dia juga butuh makan. Melihat kuli itu Poniem menjadi iba dan memperbolehkannya bekearja di kedainya.
            “Tetapi Mbak ayu Poniem bukan begitu, harta bendanya seakan-akan tidak diacuhkannya, mulutnya manis, tegur sapanya terpuji” (Hamka, 1941). Saudara-saudara Leman sangat menyayangi Poniem. Mereka senang dengan Poniem karena Poniem tidak sombong layaknya istri orang kaya lainnya.
3.3.1. Tokoh Protagonis dalam Novel Merantau ke Deli
            Leman adalah seorang pedagang kain di Deli. Leman jatuh cinta kepada Poniem yang merupakan seorang kuli sekaligus istri simpanan Kang Mandur. Leman berniat menikahi Poniem agar Poniem dapat keluar dari dunia yang hina.
3.3.1.2. Watak Leman Novel Merantau ke Deli
3.3.1.2.1. Tegas
            “Kalau saya yang meminta jadi isteriku, kalau saya ajak engkau ke luar dari kebun ini, karena kontrakmu hanya tinggal sebulan lagi ; kalau saya suruh engkau meninggalkan mandur besar, lalu kita lari ke tempat lain di tanah Deli ini, kita kawin dengan baik ; akan engkau tolak juga kah?” (Hamka, 1941). Leman telah menyamampaikan niat baiknya kepada Poniem untuk menikahi Poniem. Leman akan menikahi Poniem dan mengajak Poniem untuk meninggalkan kebun.
            “Oh Poniem, saya tak mau begitu, saya mau kawin, saya berjanji sepenuh bumi dan langit akan memeliharamu akan membelamu. Tidaklah saya mengharapkan harta bendamu, melainkan mengharapkan dirimu. Sungguh Poniem, saya bukan seorang penipu!” (Hamka, 1941:20). Poniem mengusulkan kepada Leman agar mereka tetap bersama dan berhubungan, namun mereka tidak menikah. Leman tidak menyutujui usulan Poniem.
3.3.1.2.2. Bijaksana
            “Kau jangan terlalu menghina diri Poniem, semua makhluk bernyawa di dunia ini, sama pada sisi Allah” (Hamka, 1941). Poniem merasa bahwa dirinya rendah. Dia tidak pantas bersanding dengan Leman yang berasal dari Padang. Leman menasehati Poniem jika semua makhluk di dunia ini sama di mata Allah.
            “Kalau engkau setia, saya tidak akan lupa membalas jasamu dengan setimpal” (Hamka, 1941). Leman senang bisa membantu orang yang kesusahan. Dia juga ingin menunjukan ke Poniem bahwa bukan hanya orang Minangkabau yang patut ditolong. Tapi juga orang yang berasal dari Jawa yang satu asal dengan istrinya, Poniem.
3.3.1.2.3. Jujur
            “Tidak Poniem, barang dicelakakan Allah untukku kalau saya berbicara main-main” (Hamka, 1941). Leman benar-benar yakin untuk menikahi Poniem. Laman sampai bersumpah atas nama Tuhan bahwa dia serius.
3.3.1.2.4. Tanggung Jawab
            “Demi Allah saya akan melindungi engkau Poniem! Dan biarlah Allah akan memberikan hukuman yang setimpal kepada saya, kalau saya mungkir” (Hamka. 1941:21). Leman berjanji akan melindungi Poniem. Bahkan Leman bersumpah atas nama Tuhan.
            “Kerja laki-laki mencarikan buat dia, membuatkan rumah, memberikan tambahan sawah ladangnya” (Hamka, 1941). Poniem mengatakan bahwa masalah Leman adalah masalah dia juga. Namun menurut Leman diadat Mingankabau istri selalu terma beres. Suami lah yang mencarikan nafkah dan memenuhi smua kebutuhan istri dan rumah tangga.
3.3.1.2.5. Pemarah
            “Barangkali sakit dibuat-buat, karena hendak memberi malu Mariatun” (Hamka, 1941). Leman marah kepada Poniem. Leman menuduh poniem sengaja mempermalukan Mariatun di depan Leman.
3.3.1.3. Watak Suyono dalam Novel Merantau ke Deli
            Suyono mempunyai nasib yang sama dengan Poniem. Suyono menjadi kuli di kebun. Ketika masa kontrak Suyono sudah habis, dia melamar pekerjaan di kedai Leman. Leman meminta pertimbangan Poniem untuk mempekerjakan Suyono di kedai. Dengan kebaikan hati Poniem, Suyono bisa bekerja di kedai.
            Pada tahap anti klimaks Suyono menjadi suami Poniem. Suyono ini mempunyai watak datar dalam Novel Merantau ke Deli.
3.3.1.3.1. Ramah
            “Sikapnya ramah tamah kepada pembeli, apalagi terhadap kuli yang sebangsanya” (Hamka, 1941). Suyono selalu baik kepada semua orang, terutama kepada kuli seperti dirinya. Dia selalu mematuhi perintah Leman dan Poniem sehingga beberapa bulan kemudia Suyono tidak hanya menjadi tukang cuci piring, tetapi sudah ikut berdagang bersama Leman dan Poniem.
3.3.1.3.2. Setia
            “Bekas kuli kontrak yang setia itu diam saja” (Hamka, 1941). Leman tidak percaya bahwa perdagangannya sedang sepi. Dia membuka-buka kotak yang ditaruh dia atas lemari. Leman kesal karena kotak itu kosong. Suyono hanya diam melihat tingkah majikannya itu.
            “..., yang membelanya waktu terjadi hal yang kusut, ialah Suyono orang gajian yang setia itu” (Hamka, 1941). Setelah mengetahuo penyebab mengapa perdagangannya sepi, Leman akhirnya menyerahkan kedainya kepada Suyono. Sukses atau tidaknya kedai Leman sekarang menjadi tanggung jawab Suyono.
3.3.2. Tokoh Antagonis dalam novel Merantau ke Deli
            Dalam novel ini Mariatun berperan sebagi tokoh antagonis. Mariatun merupakan istri kedua dari Leman. Semasa Mariatun dan Poniem tinggal satu rumah, Mariatun selalu mencari gara-gara dengan Poniem. Mariatun juga pandai merayu Leman, pandai berdandan, dan kerjanya hanya malas-malasan.
3.3.2.1. Watak Mariatun dalam Merantau ke Deli
3.3.2.1.1. Pemalas
            “Dia tidur di loteng, bangunnya tinggi hari, turunnya dari tangga loteng itu dilambat-lambatkannya kakiknya, ...” (Hamka, 1941:92). Poniem dan Mariatun akhirnya tinggal dalam satu rumah juga. Semakin lama sifat Mariatun semakin terlihat. Mariatun seorang yang pemalas. Kerjanya hanya memerintah dan berdandan.
3.3.2.1.2. Kasar
            “Dengan perkataan agak kasar dijawabnya : “Orang yang enak masakannya sakit kepala” (Hamka, 1941). Leman makan siang dengan masakan Mariatun. Namun rasa masakan Mariatun tidak enak. Dengan kasar Leman memprotes Mariatun.
            “Mariatun !.......mengapa sudah sampai ke sana kasarnya perkataanmu ?” (Hamka, 1941). Mariatun sudah keterlaluan. Dia berlaku seenaknya saja di rumah. Bahkan dengan tega dia menghina Poniem.
3.4. Alur Novel Ranah 3 Warna
Didalam novel Merantau ke Deli karya Hamka, terdapat alur maju. Alur maju yang menceritakan perjuangan tokoh Poinem keluar dari hidup sebagai kuli sekaligus pelacur. Setelah menikah dengan Leman—orang Minangkabau, hidupnya menjadi sejahtera. Namun pada usia pernikahan mereka yang ke 10, Leman berniat menikah lagi dengan Mariatun. Kelancangan sikap Mariatun menyebabkan Poniem dan Leman bercerai.
Menggunakan alur maju dapat dibuktikan dengan uraian sebagai berikut:
3.4.1. Tahap Penyituasian
Pada tahan ini penulis memperkenalkan situasi latar dan tokoh cerita. Berikut ini adalah tahap penyesuaian dalam novel Merantau ke Deli Poniem adalah seorang kuli sekaligus istri simpanan Kang Mandur. Poniem berparah cantik, maka itu yang menyelamatkan Poniem dari sensaranya kerja di kebun. Namun hal itu tidak membuatnya hidup sebagai wanita Jawa yang terhormat.
Leman adalah seorang perantau yang berdagang kain di Deli. Setiap hari bertemu menyebabkan Leman jatuh cinta kepada Poniem. Leman mengutarakan niatnya kepada Poniem untuk menikahinya. Dengan pertimbangan yang masak, akhirnya Poniem bersedia diperistri Leman.
Kutipan ini menunjukkan bahwa Leman sedang meyakinkan niatnya kepada Poniem, “Kalau saya yang meminta jadi isteriku, kalau saya ajak engkau ke luar dari kebun ini, karena kontrakmu hanya tinggal sebulan lagi ; kalau saya suruh engkau meninggalkan mandur besar, lalu kita lari ke tempat lain di tanah Deli ini, kita kawin dengan baik ; akan engkau tolak juga kah?” (Hamka, 1941). Leman telah menyamampaikan niat baiknya kepada Poniem untuk menikahi Poniem. Leman akan menikahi Poniem dan mengajak Poniem untuk meninggalkan kebun.
“Oh Poniem, saya tak mau begitu, saya mau kawin, saya berjanji sepenuh bumi dan langit akan memeliharamu akan membelamu. Tidaklah saya mengharapkan harta bendamu, melainkan mengharapkan dirimu. Sungguh Poniem, saya bukan seorang penipu!” (Hamka, 1941). Poniem mengusulkan kepada Leman agar mereka tetap bersama dan berhubungan, namun mereka tidak menikah. Leman tidak menyutujui usulan Poniem.
3.4.2. Tahap permunculan masalah
Kehidupan rumah tangga Leman dan Poniem sangat bahagia. Mereka saling menghormati satu sama lain. Mereka juga saling menyayangi. Semakin lama Poniem merasakan ada sesuatu yang berubah dari Leman. Poniem memaksa Leman untuk berterus terang apa yang terjadi sehingga membuat Leman berubah. Akhirnya Leman menceritakan kepada Poniem bahwa perekonomian keluarga mereka sedang sulit. Modal dagangan menipis. Pembeli juga tidak banyak. Mendengar keluh kesah suaminya, Poniem langsung melepas semua perhiasan yang ada di tubuhnya. Poniem memberikannya kepada Leman supaya digadaikan untuk megembangkan usahanya.
Dengan kesabaran dan ketekunan Poniem, Leman bisa membuka kedai. Pedagang-pedagang besar dari Medan mempercayai barang dagangannya ke kedai Leman. Kini hidup Leman dan Poniem sejahtera.
Semenjak itu kebahagiaan Leman dan Poniem tidak berlangsung lama. Leman dipaksa oleh sanak saudaranya di kampung halamannya—Minangkabau—untuk menikah dengan Mariatun yang satu kampung denga Leman.
Meskipun sakit hati, Poniem tetap mengizinkan suaminya untuk menikah lagi. Di sini lah awal keretakan hubungan Poniem dan Leman.
Kutipan ini menjelaskan ketika Leman meminta izin untuk menikah lagi, “Jadi engkau izinkan abang beristri seorang lagi ?” (Hamka, 1941). Leman meminta izin kepada Poniem untuk menikah lagi. Awalnya Poniem keberatan dengan permintaan suaminya itu. Namun karena dia terlalu mencintai Leman, Poniem akhirnya mengizinkan Leman untuk menikah lagi.
3.4.3. Peningkatan konflik
            Dengan kesabaran dan ketekunan Poniem, Leman bisa membuka kedai. Pedagang-pedagang besar dari Medan mempercayai barang dagangannya ke kedai Leman. Kini hidup Leman dan Poniem sejahtera.
Semenjak itu kebahagiaan Leman dan Poniem tidak berlangsung lama. Leman dipaksa oleh sanak saudaranya di kampung halamannya—Minangkabau—untuk menikah dengan Mariatun yang satu kampung denga Leman.
Meskipun sakit hati, Poniem tetap mengizinkan suaminya untuk menikah lagi. Di sini lah awal keretakan hubungan Poniem dan Leman.
Kutipan ini menjelaskan ketika Leman meminta izin untuk menikah lagi, “Jadi engkau izinkan abang beristri seorang lagi ?” (Hamka, 1941). Leman meminta izin kepada Poniem untuk menikah lagi. Awalnya Poniem keberatan dengan permintaan suaminya itu. Namun karena dia terlalu mencintai Leman, Poniem akhirnya mengizinkan Leman untuk menikah lagi.


3.4.4. Tahap klimaks
Pada tahap ini Poniem diperlakukan semena-mena oleh Mariatun dan Leman. Terlebih-lebih Mariatun selalu berlaga sok menguasai Leman. Memang Mariatun pintar sekali berdandan, bersoleh, dan merayu hati Leman.
Leman tidak sanggup mengemudikan bahtera rumah tangga dengan dua orang istri. Dia selalu menelan mentah-mentah omongan Mariatun. Leman menjadi orang yang pemarah. Leman juga lupa pada janjinya untuk berlaku adil kepada Poniem dan Mariatun. Hingga tiba-tiba ketika Leman sedang emosi berat, dijatuhkannya talak tiga kepada Poniem.
Kutipan ini menjelaskan bahwa Poniem disia-siakan oleh Leman, ““Barangkali sakit dibuat-buat, karena hendak memberi malu Mariatun” (Hamka, 1941). Leman marah kepada Poniem. Leman menuduh poniem sengaja mempermalukan Mariatun di depan Leman.
3.4.5. Anti klimaks
Poniem pergi meninggalkan rumah. Dia tidak meminta harta sepeserpun dari Leman. Poniem hanya meminta selembar kain batik dari kedai Leman. Mengetahui Poniem akan pergi dari rumah, Suyono langsung mengemasi pakaiannya dan meminta berhenti bekerja pada Leman. Suyono ingin mengikuti kemana pun Poniem pergi.
Tiga tahun kemudian, Poniem dan Suyono menikah, mereka mengangkat anak asuh yang bernama Maryam. Poniem dan Suyono membeli rumah di tanah Deli. Sedangkan Leman dan Mariatun menjadi miskin. Sikap tamak Mariatun telah menghabiskan seluruh harta Leman.
Ketika Poniem dan Suyono sudah pindah ke rumah baru, Leman datang untuk meminta maaf kepada Poniem atas segala kesalahannya. Dengan besar hati Poniem memaafkan Leman.
Kutipan ini menjelaskan ketika Poniem memaafkan kesalahan Leman, “Saya maafkan” (Hamka, 1941). Leman datang ke rumah baru Poniem dan Suyono. Leman hendak meminta maaf kepada Poniem atas kesalahannya dulu. Dengan lapang hati Poniem bersedia memaafkan Leman.
3.5. Latar Novel Merantau ke Deli
3.5.1. Latar Tempat Novel Merantau ke Deli
Dalam novel Merantau ke Deli karya Hamka, berlatar tempat pada tanah Deli. Tanah Dali adalah tempat perantauan. Banyak suku dari pelosok negeri yang merantau ke Deli.
3.5.1.1. Latar Tempat
3.5.1.1.1. Tanah Deli
            “Mereka ditipu, dikatakan bahwa pekerjaan di Tanah Deli itu amat senang, ... “ (Hamka, 1941). Ada yang menjadi kuli karena ditipu oleh tengkulak-tengkulak yang disebut werves. Para tengkulak mengatakan bahwa bekerja Tanah Deli sangat menyenangkan.
            “Deli itulah yang menyeru orang Amerika mencari dollar, orang kontrak mencari dan mengumpulkan dari setali ke setali” (Hamka, 1941). Banyak orang yang merantau ke Deli untuk mencari rezeki yang nantinya akan dibawa mereka ke kampung halamannya.
3.5.1.1.2. Tanjung Priok
“Rupanya setelah sampai di Tanjung Priok barulah saya tahu bahwa suami saya itu bukanlah seseorang baik-baik” (Hamka, 1941:16). Poniem diajak menikah oleh laki-laki yang mengaku nantinya Poniem akan dibawa meranntau ke Deli. Orang tua Poniem diiming-imingi uang diawal pertemuan mereka dengan laki-laki yang akan memperistri Poniem.
Medan
            “... sudah banyak saudagar besar di Medan yang suka melepaskan barang kepadanya, ...” (Hamka, 1941). Semenjak sudah tidak ada lagi rahasia diantara Poniem dan Leman, mereka hidup sejahtera. Dengan modal yang diberikan oleh Poniem, dagangan Leman menjadi lebih besar. Banyak saudagar-saudagar besar yang mempercayakan barang dagangannya pada Leman.
            “Tiap-tiap bulan tua, dia sendiri yang pergi ke Medan membeli barang-barang baru, ...” (Hamka, 1941. Para saudagar besar sangat percaya kepada Leman. Para pedagang itu selalu memberikan dagangan mereka kepada Leman untuk dijual.
            “Kepada induk semang di Medan telah dikatakan terus terang bahwa pangkal bulan yang sekali ini mereka tidak akan setor” (Hamka, 1941). Poniem dan Leman menyiapkan uang untuk pulang ke kampung halaman. Mereka sudah menentukan hari keberangkatan mereka. Di awal bulan mereka bilang kepada pedagang-pedagang di Medan bahwa Leman tidak menggambil barang dagangan dulu.
3.5.1.1.3. Minangkabau
            “Rumah-rmah di Minangkabau tidak tersedia untuk saudara laki-laki yang hendak membawa isterinya tingal di sana” (Hamka, 1941). Leman dan Poniem sebenarnya ingin tinggal di kampung halaman selama sebulan atau dua bulan. Namun baru setengah bulan mereka sudah tidak nyaman. Saudara-saudara perempuan Leman tinggal bersama suami mereka di kamar masing-masing. Rumah-rumah kampung halaman Leman tidak menyediakan kamar bagi saudara laki-laki yang membawa istrinya. Sedangkan Poniem harus tinggal di mana selama mereka ada di kampung halaman Leman.
3.5.1.2. Latar Suasana
3.5.1.2.1. Ramai
            “Ramai dan riuh rendah orang di kebun” (Hamka, 1941). Pada tanggal satu para pekerja mendapatkan upah bulanan. Para bekerja berlarian dari dalam kantor setelah mereka menerima gaji.
            “Bertambah lama halaman itu bertambah ramai” (Hamka, 1941). Setibanya Leman dan Poniem di kampung halaman Leman, semua sanak seudara Leman menyambut mereka dengan ramah. Susana kampung halaman Leman menjadi riuh ramai karena kedatangannya.
3.5.1.2.3. Senang
            “Bila hari telah malam dan kedai ditutup mereka duduk berdua berhadap-hadapan dengan muka yang penuh riang gembira” (Hamka, 1941). Setelah kedai Leman tutup, mereka duduk berdua dengan hati yang gembira. Kadang mereka teringat saat pertemuan pertama mereka.
3.5.1.2.4. Menegangkan
“Hampir terjadi pergumulan hebat, tapi sebaik hendak bergumul selekas itu pula Suyono datang memisahkan” (Hamka, 1941). Poniem dan Mariatun beradu mulut. Hampir saja mereka beradu fisik, namun dengan tanggapnya Suyono segera melerai mereka.
3.5.1.3. Latar Waktu
3.5.1.3.1. Malam
            “Setelah lepas pukul delapan, lenganlah tempat itu, tapi mereka menunggu sampai pukul 12 atau pukul satu malam” (Hamka, 1941). Dari pukul delapan permainan judi yang dimainkan oleh kuli-kuli semakin ramai, apalagi pukul sepuluh, gamelan—yang sengaja dibawa dari tanah Jawa dan sudah dapat ijin dari Mandur besar—sudah dibunyikan oleh kuli-kuli tua.
            “Bertambah larut hari bertambah asyiklah orang berjudi,... “ (Hamka, 1941). Semakin malam keadaan pasar semakin ramai, banyak kuli yang berjudi. Kuli yang kalah harus pergi ke tempat orang berjualan yang ada di pasar.
            “Apa yang akan abang bicarakan, katakanlah sekarng, hari sudah larut malam, kalau saya telat kembali kerumah marah Kang Mandur kepadaku” (Hamka, 1941). Leman sedang berbicara kepada Poniem—kuli kontrak perempuan. Leman ingin berbicara penting dengan Poniem pada tanggal 18 sore di kedai.
“Bila hari telah malam dan kedai ditutup mereka duduk berdua berhadap-hadapan dengan muka yang penuh riang gembira” (Hamka, 1941). Setelah kedai Leman tutup, mereka duduk berdua dengan hati yang gembira. Kadang mereka teringat saat pertemuan pertama mereka.
“Pada suatu malam, sedang suaminya pergi berziarah ke rumah seorang temannya, dengan diam-diam dibukanya bungkusan dagang suaminya itu... “ (Hamka, 1941). Poniem merasa ada yang berubah dari Leman. Ketika Leman pulang dari ziarahnya, Poniem dan Leman makan bersama. Poniem menanyakan kepada Leman apa yang sedang disembunyikan leman namun Leman menyangkalnya.
3.5.1.3.2. Sore
            “Tanggal dua puluh dua sore..... Mereka telah bertemu kembali” (Hamka, 1941). Poniem dan Leman bertemu kembali. Leman kembali menanyakan bagaimana keputusan Poniem atas niat baik Leman untuk menikahinya.
3.5.1.3.3. Pagi
“Dari Siantar mereka meneruskan perjalanan sepagi itu dengan diam-diam, menuju Medan” (Hamka, 1941:26). Poniem akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Leman. Mereka kabur dari Kang Mandur pagi-pagi menuju Medan. Poniem kabur membawa semua harta benda yang telah diberi oleh Kang Mandur.
“Setelah pagi hari, kelihatan benar jernihnya muka Leman” (Hamka, 1941). Setelah mempercayakan kedainya ke tangan Suyono, Leman langsung meminta maaf kepada Poniem atas kesalahannya selama ini.
3.6. Sudut Pandang Novel Merantau ke Deli
            Sudut pandang novel ini adalah orang ketiga maha tau. Hamka seperti Tuhan dalam novel ini, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Hamka juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.
Contonhnya, ““Dari Siantar mereka meneruskan perjalanan sepagi itu dengan diam-diam, menuju Medan” (Hamka, 1941). Poniem akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Leman. Mereka kabur dari Kang Mandur pagi-pagi menuju Medan. Poniem kabur membawa semua harta benda yang telah diberi oleh Kang Mandur.
“Setelah pagi hari, kelihatan benar jernihnya muka Leman” (Hamka, 1941). Setelah mempercayakan kedainya ke tangan Suyono, Leman langsung meminta maaf kepada Poniem atas kesalahannya selama ini.
3.7. Amanat Novel Merantau ke Deli
            Amanat dalam novel ini adalah janganlah sia-siakan istri yang sudah sepenuhnya membela suami. Istri yang setia dan selalu menjaga nama baik suaminya. Istri yang selalu mengerti bagaimana keadaan suami. Karena jika itu terjadi pasti kita akan sangat menyesal. Seperti tokoh Leman yang menyia-nyiakan Poniem. Leman lebih memilih menikah lagi dengan Mariatun daripada setia menjaga perasaan istrinya.
            Setelah Leman bercerai dengan Poniem dan jatuh miskin, baru lah Leman menyesali perbuatannya dulu.

Hak Cipta Oleh:
Almadinda Violita Sarajivo

2 komentar:

  1. Dovo, Titanium, Cylinder, Cylinder, Cylinder, Cylinder, Cylinder, Cylinder
    Dovo - หารายได้เสริม Titanium, nano titanium ionic straightening iron Cylinder, babylisspro nano titanium hair dryer Cylinder, Cylinder, Cylinder, Cylinder - Cylinder, Cylinder, Cylinder, Cylinder - Cylinder - Cylinder - Cylinder - Cylinder titanium white octane blueprint - Cylinder - Cylinder - Cylinder - Cylinder where can i buy titanium trim -

    BalasHapus